Satu lagi nyawa
melayang, mayatnya tergeletak dengan kepala & badan terpisah. Munurut informasi,
sang mayat mati karena gorokan & tikaman tepat di saluran pernapasan pada
batang lehernya. Bau anyir darah merah menyebar cepat dengan radius 2-3 kaki. Keterlaluan!
Tak ada satu pun yang menolong atau mencoba untuk itu. Padahal mayat itu masih
menggelepar sebelum kepala & lehernya benar-benar terpisah. Bahkan baru
beberapa gorokan pun empunya tubuh melang tersebut kejang-kejang tak karuan. Memberontak
sekuatnya. Menuntut haknya untuk menikmati udara secara cuma-cuma. Tapi apa
daya? Persetan dengan kelembutan. Semua harus mampus dibantai. Terlihat leher-leher
yang masih lugu telah bersiap dalam antrian untuk selanjutnya ditebas.
Lalu prosesi
dilanjutkan dengan menguliti tubuh-tubuh yang sudah tidak berkepala. Setelah benar-benar
yakin bahwa belati tertancap dileher, garis lurus ditarik membelah rongga dada
& perut hingga ruas-ruasnya telihat begitu trasnparan. Terus ditarik hingga
sebatas kemaluan. Kulitnya terkelupas menganga terpisah dari daging segar nan
kaya serat. Garis-garis urat membentuk jalurnya sendiri secara teratur, pun
otot-otot penyangga badan juga terlihat pekat merekat. Kulit lengan & kaki
selanjutnya mendapat perlakuan yang sama dikelupas dari tempat semestinya. Langkah
pertama yang diambil ialah robek semua pergelangan lalu iris vertikal ke arah dalam.
Sampai semua irisan bertemu dalam satu titik. Saat itulah upacara menguliti
selesai. Mayat sudah telanjang bulat tanpa kepala & tanpa kulit.
Pesta tak berakhir
hanya sebatas momen itu. Karena mutilasi adalah kegiatan selanjutnya. Benar,
mutilasi. Proses potong-memotong organ tubuh yang utuh menjadi bagian-bagian
kecil akan terhampar dalam ruang pembantaian ini. Jika ketajaman belati mentok
oleh tulang kering, maka golok siap menyelesaikannya. 2-3 kali hantaman cukup
untuk membongkar keabsolutan tulang-tulang kering. Bermula dari tulang-tulang penyangga seperti
lutut, siku, sampai ke pangkal paha semua akan terlepas. Lalu setelah itu akan
lebih brutal lagi, sebab organ-organ dalam dipaksa keluar menuju penampungan. Tulang
rusuk menghadang akan dengan cepat dihujam sampai benar-benar tercipta sebuah
jalan. Jalan dimana seperangkat jantung atau hati atau paru atau ginjal bisa
lepas dari bongkahan mayat tak berharga itu. Tak lupa pula daging-daging
pembalut tulang diiris dengan sekali sayat.
Usus pun teburai,
tercerai-berai, lalu darah seperti tidak punya niatan untuk berhenti mengalir
dari syaraf-syaraf sobek. Kantong pencernaan yang berisi beragam kotoran &
tinja lantas dipotong dari usus, dikubur dalam-dalam agar barang bukti tak
ketahuan. Alat vital berupa penis lengkap dengan biji zakar disayat dari tubuh
yang sudah tak berbentuk. Absurd. Tubuh yang semula utuh kini menjadi
bongkahan-bongkahan menggumpal.
Batok kepala yang telah
terpisah kini mendapat giliran untuk segera diproses. Terlihat raut wajah
kepala itu meriwayatkan ekspresi shock
bukan main karena dengan tiba-tiba lehernya ditebas tanpa sempat untuk berbuat
apa-apa. Beberapa jama sebelum nyawanya melayang ia masih sempat memikirkan
istri beserta anaknya. Betapa rindu di kalbu membuat hatinya pilu. Kini,
jangankan hati, semua organ yang terpetakan dalam anatomi sudah tak bisa lagi
ia rasa. Tak kan pernah lagi ia merasa gatal, kepanasan, tidak juga bisa
masturbasi atau bersenggama di rerumputan. Semua nonsense! Karena ia kini hanya
sebatok kepala & sebentar lagi bukan apa-apa.
Benar saja, tanpa
aba-aba atau hitungan mundur kepala itu dibelah. Otak yang bercecer dikumpulkan
dalam satu wadah. Kedua bola mata dicongkel secara paksa. Lidah yang tertanam
nyaman di rongga mulut dipotong secara kasar. Telinga juga demikian serta
hidung tak ketinggalan. Bercak-bercak darah kini bercampur dengan cairan bening
seperti getah. Entah, mungkin semacam pelumas otak atau bisa jadi kelenjar
ludah yang tumpah. Yang pasti kepala tersebut kini tanpa identitas, hanya sebatas
tengkorak yang terbelah.
Share
Tidak ada komentar:
Posting Komentar