The Truth Seeker Media

Senin, 23 Januari 2012

Isenk : Video Dandelion (Spongebob Version)




"Dandelion - Bayang Memori" Dari Album Kompilasi #1 NEW 13ORN KMM RIAK Share

Realita Sm*sh dan 2012!



Sebenarnya males banget ngomongin cowok-cowok ganteng yang satu ini. Selain karena alesan ganteng dan saya kalah ganteng, ya praktis gak ada lagi kelebihan mereka. Pait emang. Tapi tenang, Nardji dari grup Cagur aja dibilang jelek dan segala jenis umpatan lainnya dia tetap merendah. Woles. Apalagi kalo dipuji-puji dibilang ganteng. Hehe. Awalnya mungkin gerakan bawah tanah boy band berasal tidak lain dan tidak bukan dari negeri paman sam. Mohon maaf sebelumnya karena saya memang tidak punya data serta fakta-fakta akurat tentang sejarah musikologi sub boy band ini, mungkin elo-elo yang pake BB, Andorid atau apalah namanya bisa lebih elastis dan fleksibel berseluncur di dunia maya. Ya, begitulah. Pergerakan boy band ternyata buntut dari sikap rebellion, sikap pemberontakan dari anak-anak muda kala itu. Mereka menolak dengan keras anggapan kalo mereka itu gak bisa ngeband. Makanya mereka bikin pakem baru “Boy Band”! Istilah “band” yang ada didalamnya jelas merupakan sebuah identitas. Identitas yang menjadi asal-muasal pemberontakan kaum-kaum metro-urban.
Dulu itu boy band produk-produk keluaran Amerika kayak New Kids on The Block, Backstreet Boys, Boys II Men dan bejibun nama lainnya punya sikap yang sama berontak dari rambut gondrong berantakan, baju-baju dekil, celana compang-camping. Gaya-gaya Axl Rose, Jim Morrison, Joey Ramone, Kurt Cobain sampe gaya Haji Roma Irama pun mereka tolak. Gak banget deh pokoknya! Angin segar bagi para kaum Nabi Luth yang suka sesama jenis. Eksistensi boy band diam-diam ternyata membakar semangat mereka untuk ikut-ikutan eksis. Jadilah mereka hidup berdampingan boy band dan penyuka sesama jenis. Slow but sure pergerakan boy band mulai merambah ke penjuru dunia. Irlandia, Inggris, Taiwan, Korea Selatan sudah merasakannya. PBB mencatat sudah hampir seluruh Negara maju telah kena imbas dari gerakan minoritas ini.
Dan pada 2011 Indonesia masuk ke dalam Guinness World Records karena cepatnya laju pergerakan boy band. Perbandingannya ialah 3 dari 10 musisi pendatang baru adalah boy band. Sm*sh salah satunya. Ya, Sm*sh menjadi pelaku sejarah renasains dunia per-boyband-an di Indonesia. Mereka adalah pionir generasi sekarang, boy band lain membututi pergerakan mereka. Lalu mereka mulai disejajarkan dengan pergerakan-pergerakan bawah tanah lain seperti Vierra, Pee Wee Gaskin, dan yang paling gress Ayu Ting-ting. Sebentar, ini bukan masalah kualitas atau musikalitas kok. Ini masalah pergerakan. Sumpah demi apa pun! Teringat saya akan pergerakan yang sama pada era 90an di Indonesia. Waktu itu muncul Trio Libels, M. E, Cool Colors, FBI, G4UL dan Element (Eh! Yang disebutkan terakhir mungkin saya khilaf). Semuanya memiliki tujuan yang sama yakni berontak dari mainstream kala itu. Publik pun menyambut dengan hangat sekali lagi gerakan boy band kali ini.
Sm*sh dkk menjadi semacam pelepas dahaga bagi mereka-mereka yang mulai bosan dengan Ahmad Dhani, Tora Sudiro atau yang sudah pasti bosan dengan God Bless. Sm*sh diharapkan mampu mendulang sukses hingga go international. Dalam sebuah wawancara dengan media Denny Sakrie seorang pengamat musik ditanya tentang boy band, Sm*sh khususnya, pada tahun 2012. Dengan lugas ia menjawab, “Sm*sh di 2012 habis”. Singkat padat jelas. Tapi entah kenapa saya tidak setuju dengan pendapatnya. Bagi saya Sm*sh akan terus menyebarkan gerakan boy bandnya dan punya penggemarnya sendiri seperti slankers atau oi. Lalu pada tahun 2012 nanti Sm*sh berevolusi menjadi bintang besar. Mereka kelak dekat dengan legenda bintang rock Indonesia Ariel Peterpan yang kemungkinan akan mendapat remisi. Sm*sh pun pada akhirnya ikut-ikutan menjadi rock star. Semua hits singlenya akan meledak di pasaran, nama mereka akan terus dielu-elukan. Kemudian pilihan mereka untuk terus eksis pun hanya ada dua pilihan. Pilihannya ya pilih sendiri……













**Didedikasikan untuk para penggemar Sm*sh di seluruh dunia.
Hahaha!
Share

Rokok Dahulu dan Rokok Sekarang : Sebuah Identitas?



Jika menafsirkan secara bebas bunyi redaksi “Merokok Dapat Menyebabkan Kanker, Serangan Jantung, Impotensi dan Gangguan Kehamilan dan Janin” yang sebagian orang sudah hafal di luar kepala tersebut, bisa dibilang isinya ialah berupa imbauan agar kita menjauhi rokok atau (jangan-jangan) terselip sebuah ajakan secara diam-diam bagi orang yang curiga. Bagaimana tidak? Kata per kata terlihat sangat santun dan seakan merayu kita untuk mencobanya kemudian ingin membuktikannya, membuktikan kalau semua yang ditulis itu bohong, dan tidak akan terjadi apa-apa jika anda merokok. Kita pun pelan tapi pasti mulai mencoba untuk merokok. Bagi saya penggunaan serta penambahan kata “Jangan!” atau “Dilarang!” punya magnet serta maksud tersendiri dalam konteks sebuah larangan atau imbauan bagi yang membaca dan berakal sehat tentunya. Juga memberikan kesan bahwa rokok itu memang benar-benar berbahaya. Walaupun sebenarnya tidak akan berpengaruh banyak karena terlanjur akutnya sikap apatis masyarakat dan kita pun akan terus merokok sampai mampus. Mungkin saja, tapi yang jelas isi pesan yang ingin disampaikan dari kalimat tersebut sangat serius dan tidak ada maksud lelucon sedikit pun. Sebagai seseorang yang mempunyai akal sehat (lagi-lagi) hal seperti itu (merokok) bisa mereka tolak tapi bagi yang lain –di luar kategori ‘akal sehat’- secara pribadi saya meragukannya.
Saat ini saya akan bicara mengenai rokok, siapa yang tidak tahu dengan rokok? Dari orang dewasa, remaja hingga anak-anak kini sudah paham betul bagaimana cara menghisap rokok yang baik dan benar meski sebagian dari mereka bahkan tidak tahu menahu unsur-unsur yang terkandung di dalamnya apalagi sejarahnya. Global Youth Tobacco Survey (GYTS) WHO pada 2006 mengungkap 37,3% anak-anak usia 13-15 tahun di Indonesia sudah membakar (menghisap) rokok. Dan dalam GYTS 2007, jumlah perokok anak usia 13-18 tahun di Indonesia menduduki peringkat pertama di Asia. Bahkan tiga dari supuluh pelajar SMP di Indonesia (30,9%) mulai merokok sebelum umur 10 tahun. Jumlah ini  diperkirakan terus meningkat 4% tiap tahunnya. Malah, Komnas Perlindungan Anak (KNPA) mencatat, tren merokok kian bergeser ke usia yang jauh lebih muda : lima tahun! Padahal dalam pasal 44-47 Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menyatakan bahwa anak-anak harus dibebaskan dari ancaman zat adiktif. Tapi apa boleh buat lingkungan -dalam hal ini orang dewasa sampai media (komersial)-  terus-menerus mempengaruhinya. Maka jangan heran kelak atau mugkin sekarang sudah muncul generasi rokok.
Sejatinya rokok merupakan produk dari hasil olahan tembakau dan bukanlah sesuatu yang baru di dunia. Warga asli benua Amerika sejak 1000 tahun sebelum masehi yakni Suku Maya, Aztec dan Indian telah lebih dulu menggunakan tembakau baik dikunyah maupun dihisap menggunakan pipa. Sebuah tradisi membakar tembakau dilaksanakan mereka untuk menunjukkan persahabatan dan persaudaraan saat beberapa suku yang berbeda berkumpul, serta sebagai pengobatan. Ingat, pengobatan! Barulah kemudian Colombus cs membawa tradisi membakar tembakau lewat pipa ini ke peradaban di Inggris dan pada akhirnya menyebar ke seluruh penjuru eropa. Namun sejarah lain mengatakan tradisi -rokok dan merokok- ini juga berasal dari Turki semenjak periode Dinasti Ottoman. Dinasti yang dulu sempat berjaya di muka bumi ini atau biasa dikenal juga dengan Khilafah Utsmaniyah. Di Indonesia sendiri rokok dimulai dari kretek yang telah melegenda. Rokok kretek ialah rokok yang menggunakan tembakau murni (bukan buatan) dan dipadukan dengan cengkeh. Cerutu merupakan salah satu contoh dari produk rokok kretek ini. Alkisah, kota Kudus adalah asal-muasal rokok kretek ini diciptakan, bermula dari Haji Djamhari pada akhir abad ke-19 yang bereksperimen merajang cengkeh dan mencampurnya dengan tembakau kemudian dilinting menjadi rokok untuk mengobati sakit pada bagian dadanya. Hasil eksperimen Haji Djamhari inilah yang menjadi cikal-bakal terbentuknya produsen-produsen (perusahaan) rokok dewasa ini seperti PT. HM Sampoerna, PT. Djarum, PT. Gudang Garam dll, dst. Dan bisa dipastikan jumlah merek rokok kini mencapai ratusan item.
Perbedaan rokok-rokok yang beredar saat ini dengan rokok milik Pak Haji pun tentu saja ada, meskipun itu tidak berdasarkan fakta-fakta ilmiah atau sejarah hanya analisa seadanya tapi perlu juga untuk diketahui, misalnya ketika Haji Djamhari membuat rokok untuk mengobati sakit di dadanya tembakau yang digunakan pastilah tembakau yang segar yang berada di perkebunan karena realitanya ketika itu memang belum ada (penjual) rokok apalagi pabrik rokok jadi tembakau pun belum terlalu menjadi sebuah komoditi saat itu dan masih bisa dirasakan kualitasnya. Jika tembakau yang didapat Haji Djamhari tanpa melewati proses yang rumit untuk kemudian menjadikannya sebatang rokok, tembakau yang berada di produsen-produsen rokok kemungkinan mengalami beberapa proses yang secara tidak langsung mereduksi kualitas tembakau tersebut dari segi higienis dan medis. Belum lagi rokok-rokok dari produsen kapital tersebut sengaja diciptakan memang bukan untuk kepentingan medis. Anda pasti tahu kepentingan yang dimaksud.
Melihat dari benang merah penjelasan singkat mengenai rokok di atas, sesungguhnya rokok diciptakan niscaya sebagai alat bantu pengobatan seperti yang dilakukan suku-suku di benua Amerika dan awal mula di Indonesia. Tapi ironisnya hal yang demikian tentu tidak bisa kita temukan lagi di wujud rokok-rokok saat ini. Karena perlu diketahui asap yang terkandung dalam rokok kini terdiri dari unsur-unsur toksik berbagai logam-logam berat seperti arsenik, kadium dan timbal. Arsenik (Arsen, Arsenikum) adalah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki simbol AS dan nomor atom 33. Senyawa ini biasa digunakan sebagai pestisida, herbisida, insektisida dalam berbagai aloi. Pelaku pembunuh mendiang aktivis Munir tentu sangat paham akan benda (unsur) yang satu ini. Lalu Kadium adalah senyawa logam beracun (karsinogen) yang dapat mempengaruhi ginjal dan perkembangan otak, biasa ditemui dalam batu baterai. Sedangkan Timbal adalah unsur kimia (Pb) yang biasa digunakan sebagai bahan pembuatan pipa air yang tahan korosi, bahan pembuat cat, batu baterai dan campuran bahan bakar bensin tetraetil. Keracunan akibat kontaminasi timbal bisa menumbulkan berbagai macam hal diantaranya ; menghambat aktivitas enzim dalam pembentukan hemoglobin, memperpendek umur sel darah merah serta berbagai masalah lainnya.
Selain itu rokok yang sedang terbakar menghasilkan lebih dari 4000 zat kimia dan sekitar 40 zat kimia yang ada di dalamnya menyebabkan kanker. Seperti formaldehida, karbon moniksida, ammonia, asitelena, metanol, sianida dan tentu nikotin. Lalu kemudian ada fakta menarik lainnya, kalau ternyata telah ditemukan dalam sebuah filter rokok senyawa hemoglobin (darah) babi. Hal demikian telah diungkapkan Profesor Simon Chapman yang berasal dari Universitas Sydney, Australia. Mungkin saja ini yang membuat MUI merumuskan fatwa mengenai rokok, tapi itu pun jika MUI tahu tentang masalah ini jika tidak entah atas dasar apa. Tapi kita berdoa saja semoga rokok-rokok yang dimaksud tidak terdapat di Indonesia.
Masih berdasarkan WHO (World Health Organization), tapi kali ini hasil penelitian dari Tobacco-Free Initiative dalam laporan yang dikeluarkan (26/11/10) menyatakan, lebih dari 600.000 orang perokok pasif di seluruh dunia setiap tahunnya meninggal dunia. Sedangkan jumlah korban kematian dari perokok aktif adalah 5,1 juta orang per tahun. Hasil penelitian yang dilakukan di 192 negara tak jauh berbeda dengan data penelitian tahun 2004. Menurut hasil penelitian pada tahun 2004 untuk tingkat dunia, korban yang menimpa para perokok atas yang tidak merokok 40% anak-anak, 33% laki-laki dewasa dan 35% wanita yang tidak merokok. Yang mengejutkan dari hasil data penelitian pertama ini kemudian ialah dampak asap rokok tersebut banyak yang menimpa anak-anak. Sebanyak 165.000 atau sekitar 40% anak-anak meninggal dunia karena infeksi pernapasan. Sedangkan 30% lainnya menimpa pria yang tidak merokok. Korban anak-anak yang meninggal paling banyak berada di kawasan Asia Tenggara dan Afrika. Umumnya para korban adalah rakyat kecil dengan penghasilan pas-pasan. Beragam penyakit yang diderita perokok pasif ini, yakni sebanyak 379.000 orang meninggal karena sakit jantung, 165.000 orang meninggal karena penyakit pernapasan, 36.900 orang meninggal karena asma dan 21.400 jiwa meninggal karena penyakit kanker paru.
Setelah tahu apa bahaya rokok bagi kita, pemerintah dalam hal ini akan lebih bijak jika sedikit membatasi ruang gerak produk ini dalam ranah publik. Contohnya di luar negeri olahraga (sepakbola khususnya) sama sekali tidak boleh disentuh oleh berbagai jenis produk rokok entah itu menjadi sponsor utama maupun hanya bersifat kerjasama. Alasannya jelas karena memang bertolak belakang sekali substasi olah raga dengan ensensi rokok, yakni masalah kesehatan. Tapi kemudian lucunya di negeri ini malah produsen rokoklah yang menjadi sponsor utama dari berbagai kegiatan (kompetisi) olahraga yang berskala nasional maupaun internasional. Analogi idiotnya begini, kita diajak menonton acara olahraga sambil menikmati setiap hisapan rokok yang tersulut. Luar biasa dungu bukan?
Pun dengan berbagai iklan komersial lain tentang rokok dibuat semenarik mungkin, dan pangsa pasarnya juga sangat jelas : anak muda serta orang dewasa (mayoritas lelaki). Jika ditanya kenapa mereka merokok  bisa dipastikan tak ada alasan yang memadai dan diam-diam tanpa sadar mereka pun terkena sindrom adiktif akut. Lalu entah atas dasar apa sebagian dari mereka secara paksa mengkorelasikan sebatang rokok dengan kehidupan kesenian seperti musik, sastra dan hal-hal yang tak ada hubungannya sama sekali. Juga tak ada hubungannya dengan kegiatan-kegiatan yang didanai dengan jenis merk rokok tertentu, sungguh.  Mungkin inilah tendensi baru bahwa rokok menjadi lifestyle, menjadi budaya baru dalam gaya hidup dan sungguh tidak ada  kaitannya sama sekali dengan  Jimi Hendrix, Kurt Cobain, Chairil Anwar atau W.S Rendra yang kali ini saya sama sekali tidak setuju dengan kesaksiannya mengenai rokok kretek.
Memang benar adanya ketika kita menghisap asap rokok satu shoot atau beberapa shoot kita akan merasakan sensasi yang luar biasa belum lagi relaksasi yang kemudian timbul secara perlahan-lahan. Tapi perlu diingat itu hanya masalah sugesti yang telah melekat dalam kepala kita, karena sesungguhnya yang membuat demikian adalah tarikan napas kita (dalam-dalam). Menarik napas panjang dan dalam memang merupakan aksi yang bisa merelaksasi momentum tubuh kita. Tapi jika disertai dengan merokok akan lain ceritanya. Agaknya kita harus merubah pola pikir kita mengenai rokok, dan yakinlah ketika dalam sejenak saja atau seharian anda tidak bisa lepas dari rokok maka anda telah positif adiktif.
Kemudian contoh lain lagi datang dari tetangga kita Thailand, Malaysia dan Singapura, di sana iklan rokok sama sekali tidak diperbolehkan muncul ke hadapan publik alasannya sama, rokok tidak ada manfaatnya sama sekali dan memang destruktif. Indonesia sendiri kini sedang menuju ke arah demikian, tapi kembali lagi akan terbentur dengan masalah ekonomi, masalah lapangan kerja serta masalah tai kucing lainnya. Lalu dilema tersendiri hadir dikala pemerintah dihadapkan dengan realita bahwa pendapatan negara melalui cukai rokok tahun 2010 mencapai Rp. 60 triliun. Siapa pula yang tidak mau mendapat duit sebayak itu?
Lagi-lagi sebagai acuan ada baiknya jika kita menoleh ke negeri orang sejenak, Tiongkok. Negeri Tirai Bambu ini menerima pajak mencapai US$ 77,3 miliar pada tahun 2009. Ini berarti industri rokok menyumbang 7,5% dari seluruh pendapatan negara. Namun, menurut sebuah laporan yang diterbitkan pada 2011 ini, kontribusi negatif dari industri rokok mencapai 20%. Artinya, meski industri rokok menjadi sumber pendapatan negara, dana yang dikeluarkan untuk membiayai kesehatan akibat rokok justru jauh lebih besar dibandingkan jumlah dana yang diterima 7,5% itu. Fakta-fakta itulah yang kemudian mendorong Tiongkok menjadi Negara yang akhir-akhir ini begitu getol mengkampanyekan bahaya rokok. Negeri itu kini terus berupaya menyelamatkan rakyatnya dari bahaya rokok. Bagaimana dengan Indonesia?
Ada sebuah satir menarik tentang rokok bahwasanya seorang pengusaha rokok malah tidak menghisap rokok sama sekali. Ketika ditanya mengenai itu dengan entengnya sang pengusaha rokok menjawab “Lho? Untuk apa saya meracuni diri saya sendiri?”.
Demikian, seperti dua sisi mata uang rokok terus menggerus keluguan kita sampai secara perlahan membunuh kita diam-diam bahkan memusnahkan secara masal generasi-generasi yang akan datang tapi secara bersamaan memperpanjang napas kita untuk hidup dari setiap keping keuntungan serta pajak yang kita dapatkan, seakan-akan tidak ada yang salah dengan itu, tidak ada cara lain dan suka tidak suka kita harus merelakan hidup berdampingan dengan rokok. Rokok telah menjadi penghuni baru kehidupan di muka bumi ini, populasinya diduga akan terus meningkat dan berkembang biak sedangkan kita semakin berkurang dan punah kemudian. Umat manusia kini telah diinvasi oleh ciptaan-ciptaan tangan mereka sendiri. Terima saja! Ini kenyataaan.
Satu hal lagi! Sebenarnya ini tidak ada kaitannya dengan kapitalisme, saya berani bersumpah. Walaupun dengan gelagatnya saja secara terang-terangan kita sudah mengetahui apa dan bagimana. Tapi ini diantara kita saja, karena ternyata orang yang sangat antikapitalis pun justru merupakan bagian yang tak bisa dipisahkan dari opini ini (rokok) maka dari itu saya menghindari istilah kapitalisme atau untuk sesaat kita kubur istilah tabu ini dalam-dalam agar mereka-mereka tidak tersinggung kemudian mencak-mencak tak karuan. Yang saya tahu pasti ini hanya masalah sederhana yakni sebuah identitas.




Catatan : Mudah-mudahan saya bisa berhenti merokok secara permanen.





*Dari Berbagai Sumber

Share

Rabu, 18 Januari 2012

The Story of Alexander Graham Bell and BlackBerry


The Story of Alexander Graham Bell and BlackBerry

Cerita Tentang Alexander Graham Bell dan Buah Berry yang Berwarna Hitam
















I

Dulu, ketika belum ada jejaring wireless atau koneksi-koneksi setingkat perangkat digital apalagi sistem yang terotomasi seperti sekarang. Alexander Graham Bell setengah mati bergelut dengan gelombang-gelombang elektromagnetik, seperangkat kabel dan rumus-rumus yang tentu lebih rumit, lebih ilmiah ketimbang gelagat Ki Joko Bodo, Ki Kusumo, Ki Ageng, serta Ki-Ki lainnya. Sekelumit pergelutan tersebut tidak sampai membuat ia galau lalu ngupdate status atau ngetwit 140 karakter. Penjelasan hukum newton, momentum, atau apa itu resonansi, apa itu longitudinal, apa itu herzt tidak juga membuat ia browsing di Google atau Wikipedia karena memang otaknya masih lebih steril dan lebih higienis dari makanan cepat saji, minuman bersoda, bahkan susu formula sekalipun. Bersamaan dengan pengaktualisasian Bell, publik baru saja menemukan lapangan kerja baru bagi mereka yakni bertani. Sebelum akhirnya pada awal abad ke-19 telah megalami banyak perkembangan dan buruh adalah karir yang paling difavoritkan pada masa itu.
Saat itu petani hanya memanen tanaman yang menjadi makanan pokok kebanyakan orang macam beras, gandum serta umbi-umbian lain. Buah-buahan seperti jeruk, pear, rambutan, kecapi, pisang, kurma, salak pondoh, duren, sawo dibiarkan begitu saja. Bahkan apel pun yang di masa depan begitu mendominasi dunia perbuahan hingga mempunyai simbolnya sendiri (Apple tergigit), tak ada artinya kala itu. Sedangkan di Lampung masyarakat sekitar bukannya sibuk dengan kelapa sawit, malah sibuk melatih kawanan gajah liar untuk duduk. Jadi jangan heran jika pergi ke Lampung banyak orang yang mengenakan sarung, semata-mata itu merupakan tanda seorang penjinak gajah. Dan Sumbawa, di Sumbawa koloni sapi dan sebangsanya sedang mengalami masa reses, masa-masa kemunduran implikasinya berpengaruh pada keberadaan susu segar. Anak-anak mereka mengalami kekurangan gizi, air ASI dari payudara-payudara wanita pribumi pun tak mempunyai arti yang signifikan karena sudah habis oleh para lelakinya, dan seorang penduduk lokal berinisiatif mendayagunakan kuda liar yang saat itu surplus. Maka terciptalah susu kuda liar asal Sumbawa. Haha



II

Sudah hampir sepanjang jalan kenangan, atau telah lebih dari sepasang mata bola bagaimana eksperimen yang dilakukan Alexander Graham Bell. Para petani juga sedang giat-giatnya menanam dan memanen. Hasil yang didapat diluar perkiraan! Petani-petani angkatan pertama ini mendadak kaya raya, bisa saja mereka membeli Toyota Alphard beberapa unit mengingat ukuruannya yang cukup untuk membawa hasil panen tapi itu urung terjadi karena alasan kemacetan. Kehidupan buruh pun 11-12 dengan para petani, buruh angkatan pertama ini diperlakukan lebih manusiawi dibanding buruh-buruh penerusnya di masa depan. Jam kerja yang tidak ditentukan, tanpa tekanan, tanpa terikat oleh sesuatu apa pun dan upah yang lebih dari cukup menjadikan seorang buruh lebih merdeka dari bangsanya sendiri. Melihat hal tersebut Leonidas naik pitam, para prajuritnya yang berjumlah 300 itu berubah haluan menjadi petani dan sebagian yang lain menjadi seorang buruh. Tak ada lagi jiwa spartan dalam diri mereka. This is not Spartan! Xerxes yang saat itu menguasai Persia juga kalang kabut tak karuan seluruh anak buahnya yang berjuta-juta banyaknya menjadi petani dan juga buruh. Hitler dan Stalin pun pada akhirnya masuk juga ke dalam dunia ini. Tentu saja Munir dkk kelak mempunyai pekerjaan rumah yang cukup berat, disamping harus mengusut kasusnya sendiri.
Di tempat lain, Inggris yang baru saja mengalami revolusi dan merupakan era baru bagi perindustrian diam-diam ternyata telah membina anak-anak kecilnya untuk bermain bola, disusul kemudian dengan Perancis dan beberapa Negara barat lainnya seperti Jerman, Italia serta Spanyol. Jepang, Korea selatan, Iran dan Irak juga tak mau ketinggalan padahal perang masih berkecamuk dianatara mereka. Hal demikian memang sengaja disembunyikan dari media karena takut Brazil yang saat itu memegang predikat juara dunia terbanyak melakukan hal yang sama atau bahkan lebih dari itu. Padahal semua orang sudah tahu, tanpa ada pembinaan usia dini pun Brazil tak pernah habis memproduksi pemain bola kelas wahid. Mungkin saja kini Soekarno sedikit mengalami penyesalan, karena setelah berevolusi dia tidak sama sekali memikirkan sepakbola selain infrastruktur seperti senayan dan monas; ekonomi; politik dan poligami. Agaknya itulah mengapa orang-orang seperti Gary Speed, Robert Enke, Justin Fashanu, Sergio Lopez Segu, serta Paul Vaessen mudah sekali mengakhiri hidupnya. Semoga tidak dengan Patrich Wanggai, Chris John, Alan Budi Kusuma dan Susi Susanti. Lho? Hihi



III

Sementara itu, di Mengkasar Zainuddin masih saja memikirkan Hayati gadis pujaan hatinya asal Minang. Mereka sering berbalas surat tanpa ada pantun di dalamnya, dan surat ketika itu memang menjadi alat komunikasi primadona sebelum ada Sony Ericsson, Nexian de el el, de es te. Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau sebut saja HAMKA tahu betul tentang itu, dan kapal Van Der Wicjk menjadi saksinya. (Hmm… jadi inget kapal Titanicnya Leonardo DiCaprio. Hehe.) Ngomong-ngomong, di sudut kota Turin banyak sekali muda-mudi yang nongkrong. Vespa Piaggio dan Lambretta menjadi tunggangan mereka kemana pun kapan pun. Tapi tetap saja belum ada alat komunikasi yang canggih selain merpati pos. Burung merpati yang katanya simbol kesetiaan ternyata merupakan pelaku sejarah komunikasi dunia. Dari Turin, Stalingrad, Kairo hingga semenanjung Beirut sudah pernah menerima service burung ini. Pantesan, banyak bocah yang sering mainin burung ini di pinggir-pinggir jalan. Ada rumor mengatakan kekalahan pasukan nazi jerman di Stalingrad disebabkan oleh pembantaian burung merpati dengan cara menggigit lehernya sampai putus. Tradisi itu hingga kini masih dilakukan di atas panggung-panggung death metal. Wallahu a’lam bish shawab.



IV

Lain lagi cerita di Uganda dan Somalia. Ke dua Negara ini merupakan yang terkaya di dunia melebihi Negara mana pun. Kehidupan masyarakatnya begitu layak. Penghasilan mereka bahkan di atas rata-rata UMR benua eropa. Berbagai jenis emas, berlian hampir ada di setiap jengkal tanah mereka. Minyak bumi, batu bara tak ada habis-habisnya. Raja di kedua Negara tersebut sangat baik hati. Tidak menarik pajak, tidak ada peraturan bahkan setiap penduduk tidak canggung jika harus main poker baik on-line maupun face to face dengan sang raja. Begitulah, kehidupan yang menyenangkan dialami oleh seluruh lapisan masyarakat. Mereka semua orang kaya. Tidak ada pengemis, tidak ada gelandangan, semua hidup sejahtera. Namun satu-satunya masalah yang dihadapi oleh negeri makmur ini ialah pendidikan. Orang-orang di Uganda dan Somalia tidak bisa baca tulis. Jangankan teknologi, hitung-menghitung saja tidak ada satupun yang bisa.
Kemudian dengan tiba-tiba The Changcuters menjadi sebuah fenomena dan mendunia. Kekreativitasan dan originalitas mereka tidak ada matinya. Wajar jika kelak ia menjadi legenda. Pemuda-pemudi secara spontan dan otomatis menggilai mereka, gayanya pun menjadi hits saat itu. Remaja dari New York, London, Dubai, Tokyo hingga ke Ciamis berdandan ala mereka. Musik mereka tak kalah meledak-ledaknya. Grup-grup amatir seperti Rolling Stones, The Who, The Beatles dan beberapa grup mods pinggiran inggris diam-diam menjadi copy cat The Changcuters. Luar biasa! Bagaimana dengan di Aceh? Nampaknya fenomena The Changcuters tidak sampai ke sana. Remaja Aceh lebih mengidolai Rancid, Sex Pistols, Ramones, serta The Casualities yang di masa depan akan menggelar konser di Jakarta. Mungkin saja mereka punya misi merubah image Aceh yang dikenal dengan ladang ganja. Atau barangkali mereka tahu mana yang orisinil. Hihi



V

Kembali ke Alexander Graham Bell, singkat kata, penemuannya membuat dunia gempar! Setiap orang mulai membicarakan dirinya dan penemuan yang ia dapatkan. Era baru teknologi komunikasi & informasi baru saja lahir pada saat ini. Selamat tinggal untuk para merpati, selamat tinggal juga untuk surat Zainuddin. Andai dulu ada media dan infotaiment bisa jadi Alexander Graham Bell menjadi hot topics dan lebih popular dari Obama, Su-Ju, Paus, Habib Rizieq, Mark Zuckerberg, Briptu Norman , Melinda Dee dan Sutanto. Seperti air yang mengalir ke muaranya, Bell pun lambat laun menjadi millionaire. Tapi uang yang ia dapatkan hanya berujung pada sebuah sepeda ontel dan penelitian-penelitian selanjutnya. Konon katanya Bell berhasrat sekali ingin menciptakan selongsong bel di atas sepedanya. 
Kemudian seorang petani jagung yang melihat kesuksesan Bell diam-diam ikut bereksperimen. Ia mulai menanam tanaman yang jarang di panen, yakni buah berry. Buah yang tidak menjadi favorit itu tetap ia panen setiap musimnya, padahal tidak banyak pembeli. Tapi atas nama eksperimen ia kuatkan pendirian meskipun banyak buah berry yang mulai membusuk dan berubah warna menjadi hitam. Konon katanya, jika memakan buah itu segigit saja seluruh tubuh akan mengalami kejang-kejang, air liur tak henti-hentinya keluar dari mulut, otak keram, jari-jemari keriting, congek keluar dari kedua telinga, upil mengeras, mata merah karena jarang tidur, sembelit dalam waktu yang lama tapi juga seringkali diare tak ada henti-hentinya, mencret-mencret pula! Pori-pori membesar dan bau tidak sedap keluar dari ujung rambut sampai ujung kaki yang biasa dikenal dengan sikil. Namun ia tetap ngotot dan terus memanen buah itu sambil menjual buah-buahnya yang mulai menghitam membusuk. Anehnya, justru buah berry yang berwarna hitam itulah yang laku dipasaran. Sampai akhirnya ia memiliki perusahaan buah berry sendiri, RIM namanya, letaknya di utara benua amerika dan sebut saja petani tersebut Mike Lazaridis.


Share

Eksistensi ini (Juga) Eksistensi : Mahasiswa Menolak Senat, Rektor Asyik Ngetwit*


Sudah dua hari ini saya melihat Majelis Ta’lim menguasai jalanan. Ialah di sepanjang ruas jalan kali malang, dengan sedemikian rupa dan sedemikian cara jalan yang menghubungkan Jakarta-Bekasi itu disabotase seenaknya-enaknya. Lampu merah yang berjejer sudah mulai kehilangan fungsi begitu juga dengan polisi. Tampak di setiap sudut penglihatan orang-orang dengan menggunakan sarung, peci, baju koko, wanitanya berjilbab dan tak ketinggalan jaket hitam bertuliskan nama Ormas. Lalu terlintas dalam pikiran saya kala itu dan patut untuk dicurigai bahwa ternyata eksistensi masih menjadi primadona bagi kesenangan hati kita sendiri hari ini. Ingat! Eksistensi. Apa pasal? Lihat saja pemuda-pemuda tanggung berbendera di atap angkutan umum dan bak terbuka mungkin sedikit akan menjelaskannya, juga dengan umbul-umbul dan spanduk-spanduk besar terkait. Seperti dijelaskan dalam tulisan saya sebelumnya, mereka sedang berdakwah. Jadi jangan pernah diganggu, jangan pernah digugat jika tak mau kualat.

Waktu sekarang telah menunjukkan lewat tengah malam, mendekati pagi. Udara-udara sungguh luar biasa mengudara. Suasananya sejuk menentramkan. Pink Floyd dengan album The Wall, Mogwai serta Luduvico Einaudi dari OST This is England masih rapat di play list media player. Sengaja saya pilih lagu-lagu yang agak instrumental karena mungkin terpengaruh dengan suasana. Sedangkan di televisi ada derby della madonnina, teman-teman saya milanisti  dan internisti sejenak mengibarkan bendera peperangan tanda persaingan. Sempat saya intip jalannya pertandingan namun rasa kecewa saya atas kekalahan Arsenal  pada pertandingan sebelumnya membuat saya tidak melanjutkan apa yang barusan saya mulai. Selain karena memang merupakan salah satu pertandingan yang tidak penting (Harap dicatat). Akan lebih asyik jika diantara klub-klub besar eropa tersebut melakukan eksebisi di Senayan. Bukan apa-apa permasalahannya saya merindukan aksi-aksi Syahrini di “lapangan hijau” ketimbang di atas panggung.

Seteguk demi seteguk minuman berkarbonasi lokal bermerk Bintang terampas begitu saja dari botolnya. Botol terakhir, sisa dari kegalauan saya terhadap sesuatu. Sesuatu yang membuat saya meradang dan terkadang membentur-benturkan kepala saya ke dinding. Tak jarang pula saya loncat bebas dari atas gedung berlantai tiga puluh, atau jika hanya menabrakan diri ke KRL Tawang Jaya sudah berkali-kali saya lakukan meski masih dalam batas imajiner. Sampai sekarang pun masih. Suasana subuh itu pun mulai menghangat. Teringat saya ketika ikut-ikutan siaran di BerisikRadio Indie, radio streaming. Suasananya juga hangat, meski secara musikalitas saya tidak tahu apa-apa tentang musik indie selain Rumah Sakit, Efek Rumah Kaca, Pure Saturday, Seringai, The Safari atau band-band indie top lainnya, tapi saya begitu menikmatinya. Benar-benar sesuatu.

Di jejaring sosial twitter tempat puncak autistik lain saya, saya kerap mendeklarasikan seberapa autentiknya saya. Meski sesungguhnya orang yang autentik ialah orang yang tidak terpengaruh akan arus, dan tentu pula tidak punya akun twitter. Tapi peduli setan! Eksistensi itu penting melebihi penting itu sendiri. Serupa dengan fakta Ormas di atas. Jika tak percaya lihat Pak Komaruddin Hidayat (teman HMI saya memanggilnya dengan sebutan “Abang”) itu ngetwit saban hari. Isinya masih berkorelasi dengan latar belakangnya sebagai cendikiawan yang cukup (Jika tidak bisa dikatakan sangat) populer kini. Kadang ceramah keagamaan, kadang politik, sosial serta berbagai masalah lainnya dengan tingkat keintelektualan berstandar tinggi. Jangan harap engkau mendapat tanggapan darinya karena dia orang sibuk sampai-sampai tak bisa meladeni setiap orang yang bersinggungan dengannya di mikro blog  macam itu. 

Kemudian berbicara tentang hangat, ternyata ada yang lebih hangat ketimbang Bintang atau suasana siaran yang saya curhatkan dua alinea sebelum ini, dan itu merupakan pergolakan Politik Kampus di kampus saya, ciputat. Beberapa hari saya tidak ke kampus dan tersiar kabar bahwa telah terjadi bentrokan antara mahasiswa dengan pihak keamanan kampus. Mahasiswa masih dengan tekadnya yakni menolak SK Rektor mengenai Senat. Pihak keamanan kampus juga masih dengan loyalitasnya terhadap kampus. Sebenarnya semua-muanya berasal dari Pemira yang terakhir kali tergarap, jelas-jelas cacat dan memalukan pada era Student Government (SG) dimana BEM-U nihil dari tampuk kepimpinan karena ulah partai kampus. Al hasil, Propesa (Ospek) dialih-tugaskan ke UKM dan yang terakhir ke fakultas masing-masing. Lucunya, mahasiswa masih ingin mempertahankan sistem SG itu yang katanya telah memenuhi syarat demokratif. Talk to my ass!  Mungkin saja mereka mahasiwa baru yang masih didoktrin oleh seniornya, jadi maklum jika mereka beraksi tanpa landasan yang kuat serta hanya berdasar ‘katanya’. Atau jangan-jangan secara frontal saya tuduh mereka itu aktivis politik? Onde mande! 

Sebenarnya apa itu senat? Senat jelas-jelas berbeda dengan BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa), jika BEM bersifat eksekutif dan semua tergantung oleh sang presiden atau terpusat oleh satu orang dengan kekuasaan tertinggi, tidak demikian dengan senat yang keputusannya diambil secara mufakat. Melihat fakta ini, orang-orang (Baca : Mahasiswa)  partai tentu menolak dengan beringas. Kerena memang tujuan mereka ialah kekuasaan yang tertinggi. Eksistensi. Itulah sejatinya tujuan dari partai, apalagi partai kampus. Belum lagi jika mendengar kata-kata demokrasi atau diiming-imingi miniatur (Pemerintahan) Indonesia. Hahaha…!! Jadi cuma ditimpuk pakai pot, dilempar kursi, ditendang, dipukuli, atau apa pun itu sudah pasti tak ada harganya demi segenggam  jabatan di alam Student Government. Satu hal lagi, asal engkau tahu, Student Government maupun Senat sama saja, selama masih tetap diiringi ketidakdewasaan mahasiswanya. Senat hanya akan menjadi problematika segar di kampus. Pernah saya tanyakan permasalahan ini kepada Rektor di akun twitter-nya tapi sekali lagi, tidak ada tanggapan. Selain eksistensi dirinya dan eksistensi mahasiswa.








*Sebelumnya mohon maaf jika tulisan ini tidak mewakili suara anda teman2 ku mahasiswa, karena memang aku tidak berharap mewakili siapa pun. Namun perlu diingat tulisan ini juga tidak sedikit pun merestui kebijakan rektor. Satu yang ku tahu pasti, aku cuma ingin eksis.
NGOK.
Hahahahha!
Share