The Story of Alexander Graham Bell and BlackBerry
Cerita Tentang Alexander Graham Bell dan Buah Berry yang Berwarna Hitam
I
Dulu, ketika belum ada
jejaring wireless atau koneksi-koneksi setingkat perangkat digital apalagi
sistem yang terotomasi seperti sekarang. Alexander Graham Bell setengah mati
bergelut dengan gelombang-gelombang elektromagnetik, seperangkat kabel dan
rumus-rumus yang tentu lebih rumit, lebih ilmiah ketimbang gelagat Ki Joko
Bodo, Ki Kusumo, Ki Ageng, serta Ki-Ki lainnya. Sekelumit pergelutan tersebut
tidak sampai membuat ia galau lalu ngupdate
status atau ngetwit 140 karakter. Penjelasan hukum newton,
momentum, atau apa itu resonansi, apa itu longitudinal, apa itu herzt tidak juga membuat ia browsing di Google atau Wikipedia karena memang otaknya masih lebih
steril dan lebih higienis dari makanan cepat saji, minuman bersoda, bahkan susu
formula sekalipun. Bersamaan dengan pengaktualisasian Bell, publik baru saja
menemukan lapangan kerja baru bagi mereka yakni bertani. Sebelum akhirnya pada
awal abad ke-19 telah megalami banyak perkembangan dan buruh adalah karir yang
paling difavoritkan pada masa itu.
Saat itu petani hanya memanen
tanaman yang menjadi makanan pokok kebanyakan orang macam beras, gandum serta
umbi-umbian lain. Buah-buahan seperti jeruk, pear, rambutan, kecapi, pisang,
kurma, salak pondoh, duren, sawo dibiarkan begitu saja. Bahkan apel pun yang di
masa depan begitu mendominasi dunia perbuahan hingga mempunyai simbolnya
sendiri (Apple tergigit), tak ada
artinya kala itu. Sedangkan di Lampung masyarakat sekitar bukannya sibuk dengan
kelapa sawit, malah sibuk melatih kawanan gajah liar untuk duduk. Jadi jangan
heran jika pergi ke Lampung banyak orang yang mengenakan sarung, semata-mata
itu merupakan tanda seorang penjinak gajah. Dan Sumbawa, di Sumbawa koloni sapi
dan sebangsanya sedang mengalami masa reses, masa-masa kemunduran implikasinya
berpengaruh pada keberadaan susu segar. Anak-anak mereka mengalami kekurangan
gizi, air ASI dari payudara-payudara wanita pribumi pun tak mempunyai arti yang
signifikan karena sudah habis oleh para lelakinya, dan seorang penduduk lokal
berinisiatif mendayagunakan kuda liar yang saat itu surplus. Maka terciptalah
susu kuda liar asal Sumbawa. Haha
II
Sudah hampir sepanjang jalan
kenangan, atau telah lebih dari sepasang mata bola bagaimana eksperimen yang
dilakukan Alexander Graham Bell. Para petani juga sedang giat-giatnya menanam
dan memanen. Hasil yang didapat diluar perkiraan! Petani-petani angkatan
pertama ini mendadak kaya raya, bisa saja mereka membeli Toyota Alphard
beberapa unit mengingat ukuruannya yang cukup untuk membawa hasil panen tapi
itu urung terjadi karena alasan kemacetan. Kehidupan buruh pun 11-12 dengan
para petani, buruh angkatan pertama ini diperlakukan lebih manusiawi dibanding
buruh-buruh penerusnya di masa depan. Jam kerja yang tidak ditentukan, tanpa
tekanan, tanpa terikat oleh sesuatu apa pun dan upah yang lebih dari cukup
menjadikan seorang buruh lebih merdeka dari bangsanya sendiri. Melihat hal
tersebut Leonidas naik pitam, para prajuritnya yang berjumlah 300 itu berubah
haluan menjadi petani dan sebagian yang lain menjadi seorang buruh. Tak ada
lagi jiwa spartan dalam diri mereka. This is not Spartan! Xerxes yang saat itu
menguasai Persia juga kalang kabut tak karuan seluruh anak buahnya yang
berjuta-juta banyaknya menjadi petani dan juga buruh. Hitler dan Stalin pun
pada akhirnya masuk juga ke dalam dunia ini. Tentu saja Munir dkk kelak
mempunyai pekerjaan rumah yang cukup berat, disamping harus mengusut kasusnya
sendiri.
Di tempat lain, Inggris yang
baru saja mengalami revolusi dan merupakan era baru bagi perindustrian
diam-diam ternyata telah membina anak-anak kecilnya untuk bermain bola, disusul
kemudian dengan Perancis dan beberapa Negara barat lainnya seperti Jerman,
Italia serta Spanyol. Jepang, Korea selatan, Iran dan Irak juga tak mau
ketinggalan padahal perang masih berkecamuk dianatara mereka. Hal demikian
memang sengaja disembunyikan dari media karena takut Brazil yang saat itu
memegang predikat juara dunia terbanyak melakukan hal yang sama atau bahkan
lebih dari itu. Padahal semua orang sudah tahu, tanpa ada pembinaan usia dini
pun Brazil tak pernah habis memproduksi pemain bola kelas wahid. Mungkin saja
kini Soekarno sedikit mengalami penyesalan, karena setelah berevolusi dia tidak
sama sekali memikirkan sepakbola selain infrastruktur seperti senayan dan
monas; ekonomi; politik dan poligami. Agaknya itulah mengapa orang-orang
seperti Gary Speed, Robert Enke, Justin Fashanu, Sergio Lopez Segu, serta Paul
Vaessen mudah sekali mengakhiri hidupnya. Semoga tidak dengan Patrich Wanggai,
Chris John, Alan Budi Kusuma dan Susi Susanti. Lho? Hihi
III
Sementara itu, di Mengkasar
Zainuddin masih saja memikirkan Hayati gadis pujaan hatinya asal Minang. Mereka
sering berbalas surat tanpa ada pantun di dalamnya, dan surat ketika itu memang
menjadi alat komunikasi primadona sebelum ada Sony Ericsson, Nexian de el el,
de es te. Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau sebut saja HAMKA tahu betul
tentang itu, dan kapal Van Der Wicjk menjadi saksinya. (Hmm… jadi inget
kapal Titanicnya Leonardo DiCaprio. Hehe.) Ngomong-ngomong, di sudut kota Turin banyak sekali
muda-mudi yang nongkrong. Vespa Piaggio dan Lambretta menjadi tunggangan mereka
kemana pun kapan pun. Tapi tetap saja belum ada alat komunikasi yang canggih
selain merpati pos. Burung merpati yang katanya simbol kesetiaan ternyata
merupakan pelaku sejarah komunikasi dunia. Dari Turin, Stalingrad, Kairo hingga
semenanjung Beirut sudah pernah menerima service burung ini. Pantesan, banyak
bocah yang sering mainin burung ini di pinggir-pinggir jalan. Ada rumor
mengatakan kekalahan pasukan nazi jerman di Stalingrad disebabkan oleh
pembantaian burung merpati dengan cara menggigit lehernya sampai putus. Tradisi
itu hingga kini masih dilakukan di atas panggung-panggung death metal. Wallahu a’lam bish shawab.
IV
Lain lagi cerita di Uganda
dan Somalia. Ke dua Negara ini merupakan yang terkaya di dunia melebihi Negara
mana pun. Kehidupan masyarakatnya begitu layak. Penghasilan mereka bahkan di
atas rata-rata UMR benua eropa. Berbagai jenis emas, berlian hampir ada di
setiap jengkal tanah mereka. Minyak bumi, batu bara tak ada habis-habisnya.
Raja di kedua Negara tersebut sangat baik hati. Tidak menarik pajak, tidak ada peraturan
bahkan setiap penduduk tidak canggung jika harus main poker baik on-line maupun face to face dengan sang raja. Begitulah, kehidupan
yang menyenangkan dialami oleh seluruh lapisan masyarakat. Mereka semua orang
kaya. Tidak ada pengemis, tidak ada gelandangan, semua hidup sejahtera. Namun
satu-satunya masalah yang dihadapi oleh negeri makmur ini ialah pendidikan.
Orang-orang di Uganda dan Somalia tidak bisa baca tulis. Jangankan teknologi,
hitung-menghitung saja tidak ada satupun yang bisa.
Kemudian dengan tiba-tiba The
Changcuters menjadi sebuah fenomena dan mendunia. Kekreativitasan dan
originalitas mereka tidak ada matinya. Wajar jika kelak ia menjadi legenda.
Pemuda-pemudi secara spontan dan otomatis menggilai mereka, gayanya pun menjadi
hits saat itu. Remaja dari New York, London, Dubai, Tokyo hingga ke Ciamis
berdandan ala mereka. Musik mereka tak kalah meledak-ledaknya. Grup-grup amatir
seperti Rolling Stones, The Who, The Beatles dan beberapa grup mods pinggiran
inggris diam-diam menjadi copy
cat The Changcuters. Luar
biasa! Bagaimana dengan di Aceh? Nampaknya fenomena The Changcuters tidak
sampai ke sana. Remaja Aceh lebih mengidolai Rancid, Sex Pistols, Ramones,
serta The Casualities yang di masa depan akan menggelar konser di Jakarta.
Mungkin saja mereka punya misi merubah image Aceh yang dikenal dengan ladang
ganja. Atau barangkali mereka tahu mana yang orisinil. Hihi
V
Kembali ke Alexander Graham
Bell, singkat kata, penemuannya membuat dunia gempar! Setiap orang mulai
membicarakan dirinya dan penemuan yang ia dapatkan. Era baru teknologi
komunikasi & informasi baru saja lahir pada saat ini. Selamat tinggal untuk
para merpati, selamat tinggal juga untuk surat Zainuddin. Andai dulu ada media
dan infotaiment bisa jadi Alexander Graham Bell menjadi hot topics dan lebih popular dari Obama,
Su-Ju, Paus, Habib Rizieq, Mark Zuckerberg, Briptu Norman , Melinda Dee dan
Sutanto. Seperti air yang mengalir ke muaranya, Bell pun lambat laun menjadi
millionaire. Tapi uang yang ia dapatkan hanya berujung pada sebuah sepeda ontel
dan penelitian-penelitian selanjutnya. Konon katanya Bell berhasrat sekali
ingin menciptakan selongsong bel di atas sepedanya.
Kemudian seorang petani
jagung yang melihat kesuksesan Bell diam-diam ikut bereksperimen. Ia mulai menanam
tanaman yang jarang di panen, yakni buah berry. Buah yang tidak menjadi favorit
itu tetap ia panen setiap musimnya, padahal tidak banyak pembeli. Tapi atas
nama eksperimen ia kuatkan pendirian meskipun banyak buah berry yang mulai
membusuk dan berubah warna menjadi hitam. Konon katanya, jika memakan buah itu
segigit saja seluruh tubuh akan mengalami kejang-kejang, air liur tak
henti-hentinya keluar dari mulut, otak keram, jari-jemari keriting, congek
keluar dari kedua telinga, upil mengeras, mata merah karena jarang tidur,
sembelit dalam waktu yang lama tapi juga seringkali diare tak ada
henti-hentinya, mencret-mencret pula! Pori-pori membesar dan bau tidak sedap
keluar dari ujung rambut sampai ujung kaki yang biasa dikenal dengan sikil.
Namun ia tetap ngotot dan terus memanen buah itu sambil menjual buah-buahnya
yang mulai menghitam membusuk. Anehnya, justru buah berry yang berwarna hitam
itulah yang laku dipasaran. Sampai akhirnya ia memiliki perusahaan buah berry
sendiri, RIM namanya, letaknya di utara benua amerika dan sebut saja petani
tersebut Mike Lazaridis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar