The Truth Seeker Media

Kamis, 17 Maret 2011

Taman (Makam) Pahlawan

Disebuah alun-alun taman kota, berkumpullah orang-orang sambil bercengkrama satu sama lainnya. Ditemani riak-riak air mancur yang muncrat dari tengah taman, suara-suara burung kecil yang beradu di atas pohon-pohon cemara, wanita-wanita transparan yang berlalu lalang serta anggur yang tiada duanya di dunia memenuhi cawan-cawan di meja sekitar taman. Lalu terlihat wajah-wajah yang beraneka ragam diantara kerumunan orang-orang disana. Tak berapa jauh dari alun-alun taman kota, tepatnya disebuah lapangan terlihat dua orang sedang menghadap ke arah tiang bendera sambil terus mengambil sikap hormat. Keduanya sangat khusyuk tanpa bicara sepatah kata pun. Seorang diantaranya menggunakan stelan safari dan seorang lagi menggunakan kemeja lengkap dengan jas serta kopiah di kepalanya. Mereka bedua ternyata Bung Karno dan Bung Hatta. Sudah cukup lama mereka disana berdiri sambil hormat menghadap tiang bendera yang tak terdapat lagi benderanya. Kemudian disaat yang sama terlihat sebuah pesawat tempur sedang melayang-layang di udara, tanpa ragu pesawat itu menggerayangi setiap sudut langit saat itu. Entah apa tujuannya, padahal sudah lama pesawat itu tidak pernah diterbangkan dan telah diabadikan di lanud halim perdana kusuma. Setelah sekian lama, barulah orang-orang tahu kalau penerbang pesawat itu ialah Ir. Juanda. Dan diantara kerumunan orang-orang di bawah, Bung Tomo dan Jendral Soedirman bertepuk tangan kegirangan melihat atraksi-atraksi pesawat tempur itu. Seorang anak kecil yang sedang bermain sepeda fixienya, karena melihat ke arah langit-langit penasaran dengan keberadaan pesawat tersebut jatuh tersungkur di trotoar jalan. Bocah itu pun menangis tersedu-sedu. Lalu seorang wanita berkebaya membantu anak kecil itu, wanita itu menyeka air mata serta mengobati luka-luka yang ada di tubuh anak kecil itu. Kemudian setibanya di rumah, bocah itu menceritakan apa yang baru saja terjadi kepada ibunya. Lalu ibunya berkata, "Oo... Kamu barusan telah diobati sama ibu fatmawati nak. Sudah...tidak apa-apa, lukamu pasti lekas sembuh.".
  Menjelang sore terdengarlah kumandang adzan disebuah masjid yang di sampingnya berdiri sebuah gereja, wihara, kuil dan di belakanganya berdiri sebuah klenteng kecil. Suara adzan itu padat, dalam sekali makna yang terkandung dari suara adzan itu hingga menyentuh hati yang mendengarnya. Ternyata itu suara W. S Rendra. Tak berapa lama. mulailah orang-orang berdatangan ke masjid. Gusdur yang baru saja selesai baca koran sembari minum teh terlihat datang ke masjid. Sholat Ashar berjama'ah pun dimulai dengan H. Agus Salim sebagi imamnya.
  Di tempat lain, tujuh jendral beserta keluarganya sedang berada di pinggir kolam, kolam itu dahulu bekas kolam buaya. Mereka sedang menikmati suasana sore hari disana. Seorang gadis kecil, anak dari salah satu jendral pergi bermain terlalu jauh. Ibunya yang sadar akan kehilangan anaknya kemudian mencari lalu mengejarnya, "Kamu jangan main jauh-jauh ade irma.... disini saja.". Ucap ibunya mengingatkan.
  Di pinggir jalan Tan Malaka, Sultan Hasanudin, Teuku Umar dan Pattimura sedang joging disore hari. Biji-biji peluh menetes dari badannya, mereka berempat singgah disebuah warung untuk istirahat dan minum. "Skak....!!!!!". Tiba-tiba suara seseorang yang sedang main catur mengaggetkan mereka. Orang-orang alim, menggunakan sorban, gamis serta kain sarung lokal ini sedang bermain catur di atas sawung bambu. Setelah dicermati kedua orang itu ialah KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hayim Asy'ari. Televisi yang terus melototi mereka dengan berita-beritanya tak mereka indahkan. Cuma orang disebelahnya yang selalu tertawa melihat acara di tv itu, Mbah Surip namanya. Di tangan kanannya melekat sebatang rokok dan di tangan kirinya tersedia secangkir kopi. Belum sempat ia menyeruput kopi itu, datang seorang pengamen,"......Aku tahu ku tak kan bisa menjadi seperti yang engkau minta.....". Belum habis lagu tersebut dinyanyikan mbah surip menangis terharu karena ternyata dia adalah penggemar Chrisye, pengamen yang menyanyi di depannya. Berbincanglah mereka seperti dua orang saudara yang baru berjumpa. Banyak sekali yang mereka bicarakan dari eksklusifnya TIM sampai perkembangan musik di tanah air.
  Tak jauh dari tempat itu Dono, Kasino, Benyamin serta Timbul sedang main kartu dengan asyiknya. Dalam permainan itu timbul selalu kalah karena dicurangi oleh dono, kasino, serta benyamin. Tapi seperti biasa timbul cuma nyengar-nyengir dengan senyum khasnya.
  Kembali ke lapangan, bung karno dan bung hatta tampaknya telah selesai dengan ritual mereka. Mereka kembali ke rumah masing-masing. Akan tetapi di tengah perjalanan bung hatta melihat seseorang berdiri di atas mimbar di tengah jalan. Orang itu tidak bersuara, hanya ada raut muka kecut di wajahnya. Sudah berkali-kali busway yang lewat terpaksa menghindar, karena ia berdiri tepat di atas perlintasan busway. Aroma busuk dari kali yang menghitam di samping jalan juga tak dihiraukannya. Pedagang kaki lima berserakan disekitarnya. Lalu bung hatta mendekatinya, "Maaf, pak. Bapak sedang apa di tengah-tengah lampu merah ini??". Orang itu cuma menoleh sejenak ke arah bung hatta tanpa bersuara. "Lho? Pak Ali Sadikin?! Kenapa berdiam diri ditempat ini?? Ayo mampir ke rumah saya tak jauh dari sini pak...". Ucap bung hatta denga keterkejutannya. Tapi ali sadikin tetap tidak bersuara.
  Disaat yang sama bung karno mampir ke perpustakaan untuk mengembalikan buku yang ia pinjam. Disana ia melihat Munir dan Marsinah yang sedang serius berbincang, entah masalah apa. Bung karno tapi langsung pergi karena ia sudah janji dengan istrinya untuk segera pulang. Saat bung karno beranjak pulang, Buya Hamka dan Sutan Takdir Alisyahbana baru saja datang di perpustakaan itu, disusul kemudian oleh Chairil Anwar yang rambutnya telah memanjang dan diikat ke belakang.
  Waktu sekarang menunjukkan pukul 8 malam. Wilayah senayan saat ini sedang ramai-ramainya karena ada pertandingan final sepakbola antara Persija Jakarta melawan Persib Bandung. Di tengah-tengah ribuan penonton terlihat Fan Tek Fong dan Yakob Sihasale juga ikut hadir untuk menonton laga klasik itu. Sedangkan di kelas VIP Maladi dan Soeratin sedang anteng menonton pertandingan itu. Sesekali mereka berbincang mengenai sepakbola indonesia kedepannya seperti apa.
  Lalu ditempat lain Raden Patah sedang termenung seorang diri di puncak Monas. Kadang ia berpindah ke atap gedung DPR, ke atap Istana Negara, kadang pula ia hanya berputar-putar di atas langit Taman Mini. Hanya itu yang ia lakukan selama ini. Keesokan harinya Hayam Wuruk melihatnya terlelap di atas jembatan semanggi. Padahal banyak yang sedang demonstrasi menuntut percepatan penegakan HAM di bawah jembatan itu. Mungkin itu pula yang dibicarakan Munir di perpustakaan, karena ia hadir bersama Marsinah, Rustomo, Sumiarsih, Sugeng serta tak lupa elemen-elemen dari Mahasiswa. Tampak di tengah-tengah seragam polisi, seragam jaksa, seragam hakim serta UUD yang dibakar, Wawan mahasiswa Atma Jaya sedang berorasi. Sigit anak YAI serta Muzammil anak UI juga hadir dalam demonstrasi tersebut. Hayam Wuruk yang segera membangunkan Raden Patah lalu lekas pergi dari tempat itu menuju alun-alun taman kota, karena takut dianggap pelaku intelektual.
  Sementara itu Gajah Mada dan Tutwuri Handayani pergi ke sekolah-sekolah untuk sekedar melihat aktifitas disana. Mereka sungguh kaget karena para murid SMA kerjanya cuma di kantin sambil merokok atau di depan gerbang sekolah bergandengan tangan siswa/i-nya. Mereka pun cuma bisa menggelengkan kepala. Belum lagi ketika mereka berdua pergi ke kampus-kampus , yang ada cuma anak-anak muda yang suka nongkrong tanpa tahu harus berbuat apa. Tak berapa lama ada seorang warga yang lari ketakutan, dengan serta merta gajah mada dan tutwuri handayani menghentikannya lalu menguak informasi apa gerangan yang terjadi dari orang itu. Lalu orang itu bercerita dengan terburu-buru bahwa ada keributan melibatkan warga Keramat Sentiong dengan warga Tanah Tinggi. Beritanya sudah tersiar di tv-tv nasional. Penyebab keributan cuma karena salah satu kelompok warga kalah main futsal lalu tidak terima. Keributan begitu brutalnya sampai terlihat seperti medan perang. Mobil serta kendaraan bermotor lainnya tak luput dari amuk warga. Pangeran Diponegoro yang sedang makan di Warteg sehabis belanja di Pasar Senen karena melihat berita tersebut dengan seketika muncul di tengah keributan. Kedua kelompok warga yang bertikai tersebut tidak menghiraukannya. Mereka terus saja saling lempar meski pangeran diponegoro berada di tengah-tengah mereka. Lalu pangeran diponegoro yang tak sabar akhirnya memukulkan telapak tangannya ke atas aspal yang ia berdiri di atasnya. Sontak, kedua kelompok warga itupun mental seperti ditiup angin kencang. Api yang berasal dari barang-barang yang terbakar pun padam saat itu juga. Dua kelompok warga itu ketakutan. Tak lama pangeran diponegoro berteriak, "Jika kalian tidak berhenti dan segera saling memaafkan maka tempat ini akan aku ratakan dengan tanah!! Ini sumpah ku Diponegoro!!!". Tanpa dikomando kedua kelompok warga ini berangsur-angsur berbaur satu dengan lainnya. Ada yang bersalaman ada pula yang berpelukan sambil meneteskan air mata. Seorang warga yang ingin mengucapkan terima kasih kepada diponegoro harus gigit jari, karena pengeran diponegoro telah menghilang dari tempat iru menuju alun-alun taman kota. Gajah mada dan tutwuri handayani yang melihat peristiwa itu juga menyusulnya menuju alun-alun taman kota.
  Dialun-alun taman kota, berkumpullah orang-orang sambil bercengkrama satu sama lainnya. Ditemani riak-riak air mancur yang muncrat dari tengah taman, suara-suara burung kecil yang beradu di atas pohon-pohon cemara, wanita-wanita transparan yang berlalu lalang serta anggur yang tiada duanya di dunia memenuhi cawan-cawan di meja sekitar taman. Lalu terlihat wajah-wajah yang beraneka ragam diantara kerumunan orang-orang disana.







[ Maaf jika ada kesamaan nama pelaku serta tempat kejadian karena hal ini hanya suatu kesengajaan yang benar-benar disengaja. Semoga mereka semua yang disebutkan dalam narasi fiksi di atas menjadi pahlawan seseungguhnya -setidaknya- dalam hati sang penulis. Amiin..] Share

Tidak ada komentar:

Posting Komentar